Kontroversi Biaya Perjalanan Dinas KPK Ditanggung Pengundang

  • Arry
  • 9 Agt 2021 10:24
Gedung KPK(PSHK/pshk.or.id)

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengeluarkan aturan baru mengenai perjalanan dinas pegawai. Dalam aturan terbaru, seluruh perjalanan dinas pegawai dalam rangka rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung penyelenggara.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Komisi atau Perkom Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menjelaskan, sejak 1 juni 2021 pegawai KPK adalah ASN. Karena itu, sistem perjalanan dinas mengalami penyesuaian dan mengakomodir akan adanya kegiatan yang dapat dilakukan bersama baik KPK yang mengundang maupun KPK yang diundang antar-ASN dari kementerian dan lembaga.

Selama ini misalnya ketika KPK diajak delegasi Kemenlu RI ke PBB atau dinas luar negeri lainnya, jika ada anggaran dananya di KPK maka diberangkatkan dengan dana KPK. Tetapi jika tidak tersedia/ tidak dianggarkan karena bukan dalam program KPK, maka tidak mengutus delegasi.

"Karena dalam peraturan KPK sebelumnya tidak memungkinkan KPK didanai oleh pihak pengundang. Dengan peraturan ini memungkinkan untuk saling mem-back up, kalau ada dari KPK bisa, jika tidak ada bisa dari pihak pengundang," kata Ghufron di Jakarta, Minggu (8/8).

Peraturan itu, lanjut Ghufron, juga berlaku sebaliknya jika KPK bikin kegiatan.

"Misalnya dengan BPKP ke daerah, selama ini KPK tidak bisa menanggung biaya untuk mereka padahal ini kegiatan KPK. Dengan peraturan ini bisa saling menanggung dengan catatan tidak boleh double anggaran, artinya salah satu yang membiayai," kata Ghufron.

Sementara itu terkait kekhawatiran adanya celah suap dampak dari peraturan perjalanan dinas ASN, Ghufron menjawab normatif.

"Suap itu adalah memberi sesuatu dengan maksud untuk menggerakkan perbuatan/tidak perbuatan yang melanggar hukum. Masyarakat perlu memahami perbedaan suap itu untuk perbuatan agar ASN melanggar kewajiban atau larangan, sementara biaya perjalan dinas adalah biaya yang diperlukan untuk kegiatan yang sah secara hukum," kata Ghufron.


Hapus Budaya Baik KPK

Aturan baru KPK ini menimbulkan kontroversi. Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, menilai aturan baru yang dibuat Firli Bahuri Cs dinilai akan melegalkan penerimaan gratifikasi di lingkungan KPK.

“Perpim ini melegalkan gratifikasi dan ini akan meruntuhkan marwah dan wibawa KPK yang selama ini sangat kuat menjaga integritas insan KPK,” kata Abraham Samad.

Menurut Abraham, dengan diberlakukannya Perpim 6/2021 ini justru akan membawa KPK pada kehancuran dan kematian dalam pemberantasan korupsi. Dia menyebut, lembaga antirasuah dimatikan oleh pimpinannya sendiri.

“Jadi yang menghancurkan dan mematikan KPK sebenarnya Pimpinan KPK itu sendiri, dengan kebijakan Perpimnya ini,” sesal Abraham.

Sementara Novel Baswedan, penyidik senior KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK, mengaku tidak paham maksud pimpinan menerbitkan aturan tersebut. Menurutnya, aturan tersebut hanya akan menghapus budaya baik yang selama ini dibangun KPK.

"Adapun perubahan dengan dapat dibiayai oleh panitia, pengundang, saya tidak paham apa motivasi atau maksud dari pimpinan atas hal tersebut, yang jelas budaya baik yang telah dibangun lama akan hilang," kata Novel.

Ia menyebut ketentuan itu sekaligus menghapus aturan soal perjalanan dinas di lingkungan KPK, yang selama tak pernah atau melarang pembiayaan dari pihak luar, baik dari panitia maupun penyelenggaraan acara.

Menurut Novel, cara itu baik guna menghindari fasilitas lebih yang diterima pimpinan atau pegawai KPK.

Novel mengaku khawatir ketentuan baru soal dinas lewat Perpim 6/2021 hanya akan membuat pegawai atau pimpinan subjektif, memilih perjalanan dinas yang mendapat fasilitas mewah. Lebih dari itu, ia meyakini aturan pembiayaan dinas dari panitia akan menjadi potensi gratifikasi.

"Dikhawatirkan ada insan KPK yang secara subyektif memilih untuk perjalanan dinas yang memberikan fasilitas yang lebih baik atau mewah," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait