Sejarah Lagu Indonesia Raya dan Kisah di Balik Penciptaannya

  • Arry
  • 17 Agt 2021 07:06
Bendera Merah Putih(ist/istimewa)

Lagu Indonesia Raya menjadi lagu wajib dalam perigatan HUT ke-76 RI pada 17 Agustus 2021. Lagu ini pun menjadi lagu yang dimainkan saat pengibaran bendera Merah Putih.

Lalu bagaimana sejarah lagu Indonesia Raya bisa tercipta dan menjadi lagu wajib? Berikut sejarah yang dikumpulkan dari berbagai sumber:

Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman. Pertama kali dimainkan pada saat Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 atau bertepatan saat peristiwa Sumpah Pemuda.

WR Soepratman ini dikenal sebagai guru, wartawan, violinis, dan komponis Hindia Belanda. Keahlian bermain musik didapat dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik yang tinggal di Makassar. Dari situ dia pandai bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu.

Ide penulisan lagu Indonesia Raya berawal saat WR Soepratman membaca tulisan di majalah terbitan Solo, Jawa Tengah, bernama Timbul. Dalam majalah tersebut tertulis "Alangkah baiknya jika ada seorang pemuda Indonesia yang dapat menciptakan lagu kebangsaan, karena bangsa-bangsa lain sudah memiliki lagu kebangsaan mereka sendiri."

Membaca tulisan tersebut, W.R Soepratman tertantang. Dia kemudian mencoba menggubah lagu. Dan pada 1924, lahirlah lagu Indonesia Raya namun, pada sub judulnya ia tulis “lagu kebangsaan”. Ini untuk menghindari represi dari Hindia Belanda. Lagu diciptakan pada saat Soepratman masih berusia 21 tahun.

Sebagai wartawan Surat kabar “Sin Po” W.R. Soepratman rajin mengunjungi rapat-rapat pergerakan Nasional di gedung Pertemuan Gang Kenari Jakarta dan mulai mencipta lagu Indonesia Raya di tahun 1928. Semula W.R. Soepratman menciptakan lagu “Indonesia Raya” dengan judul “Indones, Indones, Merdeka, Merdeka” sehingga ia dikejar oleh Polisi Hindia Belanda.

Sebagai wartawan koran Sin Po, Soepratman diundang untuk meliput Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928. Soepratman kebetulan juga pernah diundang untuk meliput Kongres Pemuda I yang diselenggarakan pada 30 April-2 Mei 1926. Oleh sebab itu, pada Kongres Pemuda II, ia pun diundang kembali untuk meliputnya.

Dalam acara tersebut, Supratman bertemu dengan Soegondo Djojopoespito. Saat itu, ia diminta membawakan lagu Indonesia RayaDan inilah saat pertama kali lagu Indonesia Raya diperdengarkan di Kongres Pemuda II dan di depan banyak orang.

Namun, untuk menghindari represi agen-agen kolonial yang terus memantau keseluruhan acara, Supratman membawakan Indonesia Raya dalam gesekan biola, tanpa syair. Meskipun, sebelumnya salinan naskah lagu telah disampaikan di awal acara kepada sebagian pemuda yang hadir di kongres.

Gemuruh tepuk tangan memenuhi ruangan sesaat setelah WR Soepratman membawakan lagu Indonesia Raya. Saat itu juga, Indonesia Raya diterima dan ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Indonesia.

Tak butuh waktu lama, naskah Indonesia Raya pun menyebar ke mana-mana. Koran Sin Po kemudian menerbitkan pamflet berisi naskah lagu Indonesia Raya dengan harga 20 sen per lembar. Supratman mendapatkan royalti sebesar 350 gulden atas penerbitan pamflet tersebut.

Sin Po kemudian menyiapkan sepuluh lembar pamflet untuk memenuhi permintaan warga, tapi dinas intelijen politik Hindia-Belanda menyitanya. Bergemanya lagu Indonesia Raya di hampir seluruh pelosok Nusantara membuat Belanda merasa terancam.


WR Soepratman Diburu Belanda

Soepratman kemudian diinterogasi Belanda. Ia ditanya mengapa memakai kata “merdeka, merdeka”. Dia menjawab kata-kata itu diubah pemuda lainnya, sebab lirik aslinya “moelia, moelia”. Protes pun berdatangan, sampai Volksraad turun tangan.

Pemerintah Hindia-Belanda terpaksa meninjau kembali larangan yang dimaklumatkan Gubernur Jenderal. Mereka pun mengubahnya menjadi pembatasan. Akhirnya lagu Indonesia Raya minus lirik “merdeka, merdeka” boleh dinyanyikan, asal dalam ruangan tertutup.

Tahun 1930-1937 Soepratman hidup tak jelas dan terus diburu Belanda. Dia berpindah-pindah tempat hingga di tahun 1937 ia dibawa oleh saudaranya ke Surabaya dalam keadaan sakit. 7 Agustus 1938 ketika sedang memimpin pandu-pandu KBI menyiarkan lagu, Matahari Terbit “di NIROM” Jalan Embong Malang Surabaya ia ditangkap dan ditahan di penjara Kalisosok.

17 Agustus 1938 (Rabu Wage) W.R. Soepratman meninggal dunia di Jalan Mangga 21 Surabaya tanpa istri dan anak karena memang belum menikah dan dimakamkan di kuburan umum Kapas Jalan Kenjeran Surabaya secara Islam. Dia pun meninggal sebelum merasakan kemerdekaan dan lagunya dijadikan lagu wajib kemerdekaan.

Pesan Terakhir W.R.Soepratman “ Nasibkoe soedah begini inilah jang disoekai oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal saja ikhlas. Saja toch soedah beramal, berdjoeang dengan carakoe, dengan bolakoe, saja jakin Indonesia pasti Merdeka”


Akhir masa penjajahan

Setelah belasan tahun dilarang oleh pemerintah Hindia-Belanda, harapan datang ketika Jepang mendarat di Indonesia dan mengusir penjajah Belanda. Awalnya, warga Indonesia mengira bahwa kemerdekaan sudah di depan mata sehingga mereka bisa menyanyikan Indonesia Raya dengan bebas.

Namun ternyata, pendudukan Jepang tidak jauh berbeda dengan Belanda. Tak lama setelah menduduki Indonesia, pemerintah Jepang melarang lagu Indonesia Raya. Bahkan, bendera merah putih juga dilarang dikibarkan.

Pada 1944, ketika posisinya dalam Perang Dunia II semakin terdesak, Jepang merasa membutuhkan bantuan pejuang Indonesia untuk bertahan. Dalam keadaan terjepit itu, mereka pun berjanji akan memerdekan Indonesia dalam waktu dekat.

Baca Juga:
76 Tahun Lalu, Soekarno-Hatta Diculik Sebelum Bacakan Proklamasi

Di tahun yang sama, dibentuk Panitia Lagu Kebangsaan Indonesia yang diketuai oleh Soekarno dan anggotanya Ki Hajar Dewantara, Achiar, Sudibyo, Darmawidjaja hingga Mr. Oetojo. Pada 8 September 1944 diputusan beberapa hal yaitu:

1. Apabila lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan satu kuplet saja, maka ulangannya dinyanyikan dua kali. Jika dinyanyikan tiga kuplet maka ulangannya dinyanyikan satu kali, tetapi kuplet yang ketiga ulangannya dilagukan dua kali.
2. Saat mengibarkan bendera Merah Putih, lagu Kebangsaan Indonesia Raya harus diperdengarkan dengan ukuran cepat 104. Ketika sedang berbaris, dipakailah menurut keperluan cepat 1-2-120.
3. Perkataan "semua" diganti dengan "sem'wanya". Not ditambah "do".
4. Perkataan "refein" diganti dengan "ulangan".

Saking populernya, Belanda khawatir lagu Indonesia Raya akan meningkatkan semangat bangsa Indonesia untuk merdeka. Oleh karenanya pemerintahan Hindia Belanda melarang rakyat Indonesia untuk menyanyikan lagu tersebut.

Setelah Jepang menduduki Indonesia, lagu ini diizinkan kembali dinyanyikan pada rapat dan upacara-upacara resmi. Bahkan diperdengarkan usai Presiden Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Lirik Lagu Indonesia Raya

Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu

Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait