Komisioner Alexander Marwata Benarkan Soal Perintah Jokowi Setop Kasus e-KTP Setnov

  • Arry
  • 1 Des 2023 21:48
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata(kpk/kpk.go.id)

Wakil Ketua KPK Alexander membenarkan pengakuan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal permintaan dari Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Setya Novanto.

"Ya, Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," kata Alex saat dikonfirmasi, Jumat, 1 Desember 2023.

Alex menyatakan, permintaan Jokowi ditolak karena KPK sudah menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.

"Ditolak karena Sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan. KPK juga sudah mengumumkan tersangka," kata Alex.

Diberitakan sebelumnya, Agus Rahardjo mengakui ada intervensi yang dilakukan Presiden Jokowi terkait kasus korupsi e-KTP yang menjerat Ketua DPR saat itu, Setya Novanto.

Baca juga
Mantan Ketua KPK Ungkap Presiden Jokowi Perintahkan Kasus Korupsi e-KTP Setya Novanto

Hal tersebut dia ceritakan saat menjadi tamu dalam program Rosi di Kompas TV. Agus Rahardjo merupakan Ketua KPK periode 2015-2019.

Agus mengaku pernah dipanggil ke Istana Negara untuk menghadap Presiden Joko Widodo. Anehnya dia hanya dipanggil sendiri. Sedangkan empat komisioner lainnya tidak dipanggil ke Istana.

Namun akhirnya Agus datang ke Istana Negara. Dia kemudian ditemui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

"Di sana begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Beliau sudah berteriak, 'Hentikan!' Saya heran yang dihentikan apanya?" cerita Agus dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat, 1 Desember 2023.

"Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang disuruh dihentikan itu kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu, kasus e-KTP. Supaya tidak diteruskan," ujarnya.

Agus mengakui, sebelum Jokowi memanggil, dia sudah menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. "Tiga minggu lalunya saya sudah menerbitkan sprindiknya," ujarnya.

Agus menjelaskan, saat itu KPK tidak diperbolehkan mengghentikan penyidikan sebuah kasus. Namun belakangan, justru muncul revisi UU KPK yang memungkinkan KPK dapat mengeluarkan SP3.

"Tapi akhirnya dilakukan revisi undang-undang nanti kan intinya SP3 menjadi ada, kemudian [KPK] di bawah Presiden. Apa pada waktu itu mungkin Presiden merasa Ketua KPK diperintah Presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," lanjutnya.


Respons Istana >>>

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait