Kisah Sunan Kalijaga Modifikasi Wayang Demi Siarkan Ajaran Islam di Jawa

  • Arry
  • 15 Feb 2022 16:33
Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa(ist/ist)

Wali Songo memiliki peran besar masuknya ajaran Islam di Tanah Jawa. Salah satu Wali Songo yang menyiarkan ajaran Islam adalah Sunan Kalijaga.

Dikutip dari buku Sunan Kalijaga (Raden Said) yang dikarang Yoyok Rahayu Basuki, Sunan Kalijaga lahir pada 1450 Masehi. Sunan Kalijaga memiliki nama asli Raden Said. Ayahnya adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur.

Raden Said dikenal suka merampok. Namun hasil rampokannya diberikan kepada orang yang membutuhkan. Hingga sampai akhirnya dia bertemu dengan Sunan Bonang. Dan sejak inilah Raden Said kemudian mengubah namanya menjadi Sunan Kalijaga dan meneruskan dakwah Sunan Bonang di Tanah Jawa.

Dalam menyebarkan syiar Agama Islam, Sunan Kalijaga selalu menggunakan metode yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Seperti mengenakan pakaian adat Jawa dan digabungkan dengan unsur Islam. Hal inilah yang membuat ajarannya diterima oleh masyarakat.

Baca Juga
Polemik Wayang Harus Dimusnahkan, Ustaz Khalid Basalamah Klarifikasi dan Minta Maaf

Selain pakaian, Sunan Kalijaga juga menggunakan sejumlah media tradisional yang biasa digunakan masyarakat. Seperti wayang.

Dilansir dari Jurnal Kajian Seni Peran Sunan Kalijaga Terhadap Bentuk Wayang Kulit Jawa yang dilansir dari laman ugm.ac.id, penggunaan media wayang ini sempat ditentang Sunan Giri. Sebab, bentuk wayang saat itu berwujud seperti manusia. Dan dalam ajaran Islam, menggambar atau melukis berbentuk manusia itu adalah hal yang dilarang.

Tak habis pikir, Sunan Kalijaga kemudian mengubah bentuk wayang. Sejak saat itu, semua tokoh wayang dipentaskan dengan tangan yang panjang dan dengan pinggang yang sangat kurus. Hal ini sangat berbeda dengan bentuk manusia.

Dengan modifikasi seperti itu, Sunan Giri akhirnya mengizinkan Sunan Kalijaga menggunakan wayang.

Dilansir dari laman uny.ac.id, dalam menyiarkan Islam, Sunan Kalijaga menjadi dalang dan berkeliling wilayah Pajajaran hingga Majapahit.

Tak hanya sebagai dalang wayang saja, beliau juga menjadi dalang pantun. Apabila ada masyarakat yang ingin mengadakan pertunjukan wayang, maka Sunan Kalijaga tidak memungut uang melainkan cukup membaca dua kalimat syahadat, dan menyebabkan Islam dapat berkembang dengan cepat.


Selanjutnya lakon Mahabarata, Arjuna, hingga Petruk-Gareng >>>

 

Saat menjadi dalang, Sunan Kalijaga tak segan membawakan lakon seperti kisah Mahabarata dan Ramayana, hingga Dewa Ruci.

Lakon Dewa Ruci ini mengisahkan Bima yang merupakan salah satu Pandawa saat mencari kebenaran melalui bimbingan Begawan Drona hingga Bima bertemu dengan Dewa Ruci. Selain lakon Dewa Ruci, Sunan Kalijaga juga memunculkan tokoh-tokoh wayang seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong yang telah diselusupi ajaran-ajaran Islam.

Saat menjadi dalang, Sunan Kalijaga diketahui memodifikasi bentuk wayang. Hal ini lantaran adanya ajaran dalam Islam yang melarang penggambaran bentuk manusia.

Selain lakon Dewa Ruci dan Punakawan, Sunan Kalijaga juga memasukan ajaran Islam pada tokoh Yudistira dan Bima. Seperti yang dikisahkan dalam lakon Yudistira mendapatkan azimat Kalimasada karena tidak mau berperang.

Azimat ini berguna untuk melindungi diri sendiri, menjauhkan musuh, dan memelihara stabilitas pemerintahan kerajaan. Azimat Kalimasada merupakan sebuah teks yang dapat bertahan lama dan merupakan kalimat syahadat.

Oleh karena itu, Yudistira meninggal dalam keadaan Islam. Kalimat “Kalimasada” berasal dari kalimat Syahada yang artinya “yang bersaksi”. Dalam lakon Bima digambarkan seperti shalat. Hal ini disebabkan karena dalam cerita Hindu Bima digambarkan sebagai sosok yang kuat, sedangkan shalat merupakan tiang agama yang artinya tanpa shalat agama dari seseorang runtuh.

Sementara itu, Arjuna dilambangkan sebagai puasa, Nakula, dan Sadewa dilambangkan sebagai zakat dan haji.

Berdasarkan pelambangan tersebut, Sunan Kalijaga telah menggambarkan masyarakat Jawa mengenai badan manusia dengan wayang. Hal ini dapat diartikan tradisi wayang kulit yang dipertunjukkan dianggap sama seperti kehidupan.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait