5 peran Nadiem Makarim di kasus korupsi laptop dibongkar jaksa di dakwaan anak buah

  • Arry
  • 17 Des 2025 11:13
Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim jadi tersangka korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek(kejaksaan agung/kejagung)

Newscast.id - Kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook telah mulai disidangkan. Dalam sidang perdana, jaksa penuntut umum membeberkan peran dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam kasus korupsi ini.

Hal itu terungkap dalam sidang perdana tiga anak buah Nadiem Makarim yakni Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 19 Desember 2025, terungkap peran Nadiem ini sudah dimulai sejak dia belum menjabat sebagai Mendikbudristek era Presiden Joko Widodo. Hingga pada akhirnya, pendiri Gojek itu disebut menerima 'jatah' Rp809 miliar dari proyek ini.

Dalam dakwaannya, Jaksa menyebut, kasus korupsi laptop Chromebook ini merugikan negara Rp2,1 triliun. Proyek ini tak hanya menguntungkan Nadiem, tetapi juga belasan pihak lainnya.

Baca juga
Daftar Kekayaan Nadiem Makarim Tersangka Korupsi Laptop Chromebook, Ada Utang Rp466 M

Berikut peran Nadiem Makarim yang terungkap dalam surat dakwaan jaksa:

1. Bikin 2 Grup WA sebelum jadi menteri

Jaksa mengungkapkan, Nadiem Makarim menjabat Kemendikbudristek pada Oktober 2019, menggantikan posisi Muhadjir Effendi. Namun pada Juli dan Agustus 2019, Nadiem sudah membuat dua grup WhatsApp bernama 'Mas Menteri Core Team' dan 'Education Council'.

"Sebelum menduduki jabatan sebagai Mendikbud, sekitar bulan Juli 2019 dan Agustus 2019 Nadiem Anwar Makarim membuat dua grup WhatsApp ,yaitu grup yang pertama WA 'Education Council' dan grup WA 'Mas Menteri Core Team'," ujar jaksa.

"Yang beranggotakan teman-temannya di antaranya bernama Jurist Tan, Najeela Shihab, dan Fiona Handayani dari Yayasan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan atau PSPK yang membicarakan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbud," ujar jaksa.

"Jurist Tan juga membentuk grup WA bernama 'TIM Paudasmen' yang beranggotakan Fiona Handayani, Najeela Shihab, serta memasukkan Jumeri yang saat itu masih menjabat Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah untuk dipersiapkan menjadi pejabat eselon I di Direktorat Jenderal Paudasmen Kemendikbud atas permintaan Nadiem Anwar Makarim," kata jaksa.

"Adapun tujuan grup WA bernama 'TIM Paudasmen' memasukkan program Asesmen Kompetensi Minimum atau AKM dengan program Merdeka Belajar milik Yayasan PSPK ke dalam program digitalisasi pendidikan sebagaimana arahan Nadiem Anwar Makarim," imbuh jaksa.

"Ruang lingkup nota kesepahaman antara Kemendikbud dengan Yayasan PSPK di antaranya melaksanakan Asesmen Kompetensi Minimum atau AKM dengan program Merdeka Belajar merupakan program yang dibuat oleh Najeela Shihab di PSPK yang diambil oleh Nadiem Anwar Makarim ketika menjabat sebagai Mendikbud untuk diterapkan di Kemendikbud," ujar jaksa.

Selanjutnya >>>

 

2. Beri respons surat Googel yang tak dijawab di Era Muhadjir

Jaksa menjelaskan, PT Google Indonesia sudah mengirimkan surat terkait laptop merek Chromebook ke Kemendikbud saat dijabat Muhadjir Effendi. Namun surat itu tak pernah dibalas.

Jaksa menjelaskan, surat proyek Chromebook itu baru dibalas di era Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. Nadiem ingin program pendidikan di Indonesia seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dengan program Merdeka Belajar melalui digitalisasi pendidikan bekerja sama dengan Google.

Atas dasar itu, Nadiem kemudian bertemu dengan sejumlah pihak membahas hal tersebut.

"Maka sebelumnya di bulan November 2019 Nadiem Anwar Makarim melakukan pertemuan dengan Colin Marson selaku Head of Education Asia pacific dan Putri Ratu Alam yang membahas terkait produk-produk Google for Education, seperti Chromebook, Google Workspace, dan Google Cloud," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan Sri Wahyuningsih.

"Adapun langkah awal sistem operasi Chrome yang akan digunakan di Kemendikbud maka surat PT Google Indonesia tertanggal 7 Agustus 2019 yang sebelumnya tidak dijawab oleh Muhadjir Effendi sebelumnya sebagai Mendikbud lalu dijawab oleh pihak Kemendikbud melalui Sutanto selaku Plt Sekretaris Ditjen Paudasmen Kemendikbud tanggal 27 Januari 2020," ujar jaksa.

"Yang pada pokoknya menyatakan bahwa komponen penggunaan dana BOS maupun DAK Fisik melalui petunjuk teknis dengan tanpa mengatur spesifikasi teknis secara detil tidak mengarah kepada merek tertentu seperti Windows dan Linux," imbuh jaksa.

Untuk menjalankan proyek ini, Nadiem membawa sejumlah mantan anak buahnya di PT Gojek Indonesia dan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB).

"Akan tetapi Nadiem Anwar Makarim menunjuk teman-temannya di antaranya Andre Soelistyo dan Kevin Bryan Aluwi sebagai Direksi dan Beneficial Owner untuk kepentingan Nadiem Anwar Makarim sebagai saham founder atau saham pendiri milik terdakwa Nadiem Anwar Makarim di PT Gojek Indonesia dan PT AKAB," ucap jaksa.

Selain itu, Nadiem juga mengangkat Fiona Handayani sebagai Staf Khusus Menteri (SKM) di bidang isu strategis, serta Jurist Tan, yang kini buron, sebagai Staf Khusus Menteri (SKM) di Bidang Pemerintahan. Mereka ditugaskan memberikan masukan strategis terkait kebijakan pemerintahan di sektor pendidikan seperti program Merdeka Belajar.

Fiona dan Jurist Tan diangkat dalam jabatan baru pada 2 Januari 2020.

"Nadiem Anwar Makarim memberikan kekuasaan yang luas kepada Jurist Tan dan Fiona Handayani kemudian menyampaikan kepada pejabat eselon 1 dan 2 di Kemendikbud bahwa 'apa yang dikatakan Jurist Tan dan Fiona Handayani adalah kata-kata saya'," ujar jaksa.

"Bahwa selanjutnya Jurist Tan dan Fiona Handayani sering memimpin Zoom meeting dengan pejabat Eselon 1 dan 2 di Kemendikbud mewakili Nadiem Anwar Makarim untuk mengusung program dan project pendidikan di Indonesia seperti Asesmen Kompetensi Minimum atau AKM dengan program Merdeka Belajar melalui Digitalisasi Pendidikan berbasis Chromebook," kata jaksa.

Selanjutnya >>>

 

3. Bikin Zoom Meeting tertutup dan rahasia

Jaksa mengungkapkan, Nadiem Anwar Makarim juga membuat rapat daring untuk membahas pengadaan laptop Chromebook. Rapat ini disebut tak lazim lantaran semua peserta rapat itu harus menggunakan headset atau berada di ruang tertutup.

"Selanjutnya, pada tanggal 6 Mei 2020 Nadiem Anwar Makarim mengundang Jurist Tan, Ibrahim Arief alias Ibam, Fiona Handayani, Anindito Aditomo alias Nino, Hamid Muhammad, dan Totok Suprayitno untuk menghadiri rapat yang meminta Ibrahim Arief alias IBAM memaparkan bahan presentasi pengadaan TIK menggunakan sistem operasi Chrome," ujar jaksa.

"Adapun undangan rapat Zoom Meeting tersebut dibuat secara tidak lazim, yaitu bersifat tertutup dan rahasia, serta memerintahkan peserta rapat untuk menggunakan headset atau berada di ruangan tertutup yang tidak didengar oleh orang lain," ujar jaksa.

"Pada rapat Zoom Meeting tersebut, peserta rapat tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dengan posisi video dalam keadaan off, kecuali Ibrahim Arief alias Ibam dan rapat Zoom Meeting tersebut tidak boleh direkam. Selanjutnya, rapat dimulai sekitar pukul 12.30 WIB yang dimulai oleh Ibrahim Arief alias Ibam yang menyampaikan presentasi pengadaan TIK untuk asesmen dan pembelajaran tim PAUDasmen, tim asesmen, dan tim wartek," kata jaksa.

"Kemudian, Nadiem Anwar Makarim menyatakan 'Go ahead with Chromebook'. Padahal pemilihan Chromebook dengan sistem operasi Chrome untuk program digitalisasi pendidikan tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan dan telah diarahkan menggunakan sistem operasi Chrome termasuk Chrome Device Management atau Chrome Education Upgrade yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia serta selain itu pernah gagal saat di tahun 2018," ujar jaksa.

4. Copot 2 Anak Buah

Dalam mengerjakan proyek ini, Nadiem Makarim sempat mencopot dua pejabat eselon II di Kemendikbudristek gegara beda pendapat soal pengadaan laptop merek Chromebook. Mereka adalah pejabat ialah Khamim dan Poppy Dewi Puspitawati.

Jaksa mengatakan pencopotan dilakukan pada 2 Juni 2020. Jaksa mengatakan Nadiem mencopot Khamim dari Direktur SD pada Ditjen PAUDasmen lalu menunjuk Sri Wahyuningsih sebagai pengganti.

Nadiem juga disebut mencopot Poppy dari Direktur SMP pada Ditjen PAUDasmen dan menunjuk Mulyatsyah. Sri dan Mulyatsyah kini menjadi terdakwa.

"Pertama, Direktur SD pada Ditjen PAUDasmen dari Khamim kepada terdakwa Sri Wahyuningsih berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 47383/MPK/RHS/KP/2020 dan kedua, Direktur SMP pada Ditjen PAUDasmen dari Poppy Dewi Puspitawati kepada Mulyatsyah berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 47383/MPK/RAS/KP/2020," ujar jaksa.

"Salah satu alasan Nadiem Anwar Makarim mengganti pejabat eselon II di antaranya Poppy Dewi Puspitawati karena berbeda pendapat terkait hasil kajian teknis yang tidak sesuai dengan arahan Nadiem Anwar Makarim, tidak setuju jika pengadaan merujuk kepada satu produk tertentu, sehingga digantikan oleh Mulyatsyah yang sudah menandatangani pengantar Juknis Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun Anggaran 2020 tertanggal 15 Mei 2020," kata jaksa.

"Kemudian, pada tanggal 8 Juni 2020, Hamid Muhammad selaku Plt Dirjen PAUDasmen mengeluarkan Keputusan Nomor 5190/C.C1/KP/2020 tentang Penetapan Tim Teknis Review Hasil Kajian Tim Teknis Analisis Kebutuhan Alat Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, yaitu menunjuk Mulyatsyah sebagai ketua menggantikan Khamim dan terdakwa Sri Wahyuningsih sebagai wakil ketua menggantikan Poppy Dewi Puspitawati," ujar jaksa.

5. Terima Rp 809 M

Jaksa mengatakan Nadiem Makarim menerima Rp809 miliar dari pengadaan tersebut.

"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809.596.125.000," ujar jaksa Roy Riady.

Jaksa mengatakan hasil perhitungan kerugian negara Rp 2,1 triliun ini berasal dari angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 (1,5 triliun) serta pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730,00 (621 miliar). Selain Nadiem, jaksa mengatakan pengadaan ini telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi.

Jaksa mengatakan perbuatan ini dilakukan Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan terdakwa lainnya yakni Nadiem Makarim. Kemudian, bersama Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan, dan mantan staf khusus Nadiem, buron Jurist Tan.

Jaksa mengatakan pengadaan Chromebook dan CDM tahun anggaran 2020-2022 dilakukan para terdakwa tidak sesuai perencanaan, prinsip pengadaan, tanpa melalui evaluasi harga dan survei. Sehingga laptop tersebut tidak bisa digunakan untuk proses belajar mengajar di daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan).
Baca juga:
Nadiem Masih Dibantarkan, Sidang Dakwaannya Ditunda hingga Pekan Depan

"Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama- sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias IBAM, Mulyatsyah, dan Jurist Tan membuat reviu kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya daerah 3T," ujar jaksa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait