Sejarah Kakbah, Tempat Sholat Pertama di Muka Bumi

  • Arry
  • 16 Jun 2024 09:12
Kakbah(@haidan/unsplash)

Kakbah adalah tempat paling suci bagi Umat Islam. Selain itu, Kakbah atau Baitullah merupakan titik arah kiblat sholat umat Islam di seluruh dunia.

Bagaimana sejarah pembangunan Kakbah. Siapa yang membangun? Nabi Ibrahim atau malaikat?

Sejarah pembangunan Kakbah dijelaskan dalam Surat Al Imran ayat 96, yang artinya:

"Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam."

Bangunan Kakbah ini kemudian mulai ditinggikan pada zaman Nabi Ibrahim AS dengan dibantu putranya, abi Ismail AS. Hal ini tertulis dalam surat Al Baqarah ayat 127, yang artinya:

"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui."

Baca juga
Kisah Jemaah Umroh Tak Bisa Lihat Kakbah Padahal Ada di Depan Matanya, Apa Dosanya?

Setelah itu, Allah SWT memberikan perintah agar menjadikan Kakbah sebagai tempat suci umat Islam. Kini Kakbah pun menjadi tempat umat Islam untuk sholat, tawaf, dan itikaf.

Mengutip laman Kementerian Agama, Kakbah mengalami empat renovasi. Perbaikan terakhir dilakukan pada masa Dinasti Umayyah. Saat itu kepemimpinan dipegang Malik bin Marwan yang memperbaiki Ka'bah setelah mendapat laporan Al-Hajjaj.

Saat itu, Hajjaj bin Yusuf Al Thaqafi beserta bala tentara Damaskus memasuki Masjidil Haram, November 692 M, dia terkejut menyaksikan Kakbah hasil renovasi Abdullah bin Zubair.

Kakbah dengan dua pintu setinggi 11 hasta (1 hasta=40 cm), menghadap ke timur dan barat. Konstruksi seperti karya Nabi Ibrahim. Area Hatim di Hijr Ismail dimasukkan dalam Kakbah.

Selain itu, ada pula modifikasi tambahan seperti jendela kecil dekat atap Kakbah untuk memungkinkan cahaya masuk. Memindah pintu Kakbah di atas tanah yang datar dan menambahkan pintu kedua.

Tinggi Kakbah yang bertambah sembilan hasta, sehingga dua puluh hasta tingginya. Dinding lebar dua hasta. Jumlah pilar menjadi tiga, bukan enam seperti yang sebelumnya dibangun kaum Quraisy.

Baca juga
Ini Alasan Kenapa Makkah dan Madinah Dilarang Dimasuki Nonmuslim

Hajjaj menulis surat ke Khalifah Abdul Malik bin Marwan, menceritakan semua kondisi Kakbah, dan meminta izin untuk mengembalikannya seperti yang dibangun kaum Quraisy. Abdul Malik membalas surat itu dan memerintahkan dia untuk mengembalikan Ka'bah ke bentuk sebelumnya.

Hajjaj menghancurkan apa yang telah ditambahkkan Abdullah bin Zubair. Dia mengembalikan Kakbah ke bentuk semula seperti apa yang dibangun orang-orang Quraisy. Dia menutup pintu barat.

Batu yang tidak dipakai kembali, digunakan menutupi lantai Ka'bah, sehingga permukaan lantai naik dari permukaan tanah. Akibatnya, pintu yang oleh Abdullah bin Zubair disejajarkan dengan tanah naik 5 hasta dari permukaan tanah. Ketinggian pintu juga berkurang lima hasta.

Dia menghilangkan tangga kayu yang dipasang Abdullah bin Zubair di dalam Kakbah. Ketika Abdul Malik bin Marwan datang untuk umrah, dia mendengar hadis bahwa apa yang dilakukan Abdullah bin Zubair adalah keinginan Nabi SAW, maka dia menyesali perbuatannya. "Demi Allah, aku ingin membiarkan apa yang dilakukan Abdullah bin Zubair," sesalnya.

Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al Rasyid (786-803), sang khalifah berniat mengembalikan Kakbah ke bentuk yang dicita-citakan Nabi SAW. Diapun berkonsultasi dengan Imam Malik.

"Atas nama Allah aku serukan padamu, jangan kamu jadikan Baitullah sebagai mainan para raja. Jangan sampai salah seorang dari mereka berniat mengubahnya, kemudian hilang dari hati umatnya."

Baca juga
Pertama Kalinya, Pegunungan Makkah Al Mukarramah Kini Menghijau

Khalifah Harun Al Rasyid mematuhi nasehat itu, dan mengurungkan niatnya untuk mengembalikan kontruksi Abdullah bin Zubair.

Ketika Sultan Ottoman, Sulaiman Khan naik tahta pada tahun 960 H, dia mengubah atap Kakbah. Sultan Ahmad Khan yang berkuasa pada 1021 H membuat beberapa perbaikan dan perubahan. Hingga datanglah banjir besar, Rabu, 19 Sya'ban 1039 H. Saat itu seharian kota suci Makkah diguyur hujan. Sangat lebat dan konon yang terhebat dalam sejarah lembah suci Ibrahim. Rumah-rumah rusak dan dalam sehari sudah melayang seribu jiwa.

Ketinggian air mencapai tujuh meter, dan hampir menggapai lampu-lampu di dinding Kakbah. Esoknya, dinding yang bersebelahan dengan Hijr Ismail runtuh, sementara dinding sebelah barat dan timur hanya separoh yang utuh.

Beruntung, barang-barang berharga di Baitullah itu bisa diselamatkan, antara lain 20 buah teko emas, salah satunya bertakhtakan permata.

Pada 29 Sya’ban, Amir Makkah Syarif Mas’ud bin Idris segera memugar Kakbah tanpa menanti perintah Istanbul. Namun, sesuai prosedur dia tetap mengirim ke Khalifah Murad Khan.

Untuk pendanaan awal, kaum Muslimin diserukan untuk menyumbangkan harta yang halal. Proyek darurat itu selesai dalam waktu sebulan, dengan menambal dinding Ka'bah dengan papan, sebagai antisipasi musim haji yang sudah dekat.

Khalifah Murad Khan menunjuk Muhammad Affandi bin Muhammad Al-Anqarawi, hakim di Madinah, untuk mewakili khalifah mengetuai pembangunan kembali Baitullah. Agar pekerja dan orang-orang yang bertawaf tidak terganggu, dibuatlah dinding kayu di sekeliling Ka’bah.

Tiga hari rehab Kakbah baru berjalan, Syarif Mas’ud meninggal. Ia digantikan Syarif Abdullah bin Numa’i. Seminggu kemudian, hujan lebat kembali mengguyur, dinding yang tersisa runtuh lagi. Diputuskan untuk membangun fondasi yang sama sekali baru.

Dasar-dasar bangunan Abdullah bin Zubair, dan direvisi Hajjaj diruntuhkan seluruhnya, kecuali bagian yang melindungi Hajar Aswad. Ka’bah sekarang, itulah yang dibangun Sultan Murad Khan. Perbaikan setelah itu tidak mendasar.

Pada masa Raja Saud, Kakbah kembali direnovasi. Atap yang keropos dimakan air diganti. Pada saat itu, 28 Rajab, 1377, seorang sejarawan menghitung total batu Kakbah, mendapatkan jumlah 1.614. Batu-batu ini dari berbagai bentuk. Batu terbesar panjang 190 centimeter, lebar setengah meter, dan tebal 28 centimeter. Batu terkecil adalah panjang setengah meter, dan lebar sekitar 40 centimeter. Tetapi, itu hanya batu yang berada di dinding luar, batu yang tidak terlihat tidak dihitung.

Sebuah rekonstruksi utama dari Kakbah berlangsung antara bulan Mei 1996 dan Oktober 1996. Ini merupakan renovasi besar 400 tahun sejak Sultan Murad Khan. Selama rekonstruksi ini, yang asli satu-satunya dari Ka'bah adalah batu. Semua material lainnya diganti, termasuk langit-langit, dan atap dan kayunya.

Artikel lainnya: Naksir di Kumpul Keluarga Saat Idulfitri, Apa Hukum Menikahi Sepupu dalam Islam?

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait