Polisi bongkar sindikat aborsi ilegal di Apertemen, 'doter obgyn' cuma lulusan SMA

  • Arry
  • 18 Des 2025 09:50
Ilustrasi penangkapan(tribratanews/tribratanews.polri.go.id)

3. Peran Tersangka

Kombes Edy mengungkapkan peran para tersangka. Berikut rinciannya:

  • NS berperan sebagai eksekutor yang mengaku sebagai dokter dan menerima bayaran Rp 1,7 juta
  • RH membantu proses aborsi dengan bayaran Rp 1 juta
  • M bertugas menjemput dan mengantar pasien dengan bayaran Rp 1 juta
  • LN berperan sebagai penjemput dengan bayaran Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu.
  • H berperan sebagai admin yang mengelola website, menerima hasil USG dan KTP, serta membuat janji dengan pasien, dengan bayaran sekitar Rp 2 juta.
  • KWM dan R berstatus sebagai pasien.

“Kemudian terhadap ke seluruh tersangka baik yang ditangkap di dalam kamar termasuk juga pasien termasuk LN, saat ini semua sudah di Polda Metro Jaya dan sudah dilakukan proses hukum yang berlaku,” ujar Edy.

Dari penyelidikan, diketahui admin memegang data 361 nama pasien. Namun jumlah tersebut masih akan terus didalami.

“Tentu ini masih kami lakukan pendalaman apakah 361 ini benar melakukan aborsi di praktik aborsi ilegal tersebut atau tidak, ini sedang berproses,” katanya.

Dalam pengungkapan ini, polisi menyita barang bukti berupa satu unit mobil Xenia, kapas bekas darah, obat-obatan, gunting, alat vakum, enam unit handphone, serta peralatan lain yang diduga berkaitan dengan tindak pidana.

Atas tindakannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 60 Jo Pasal 427 Jo Pasal 428 UU Kesehatan. Ancaman pidananya maksimal 12 tahun penjara.

4. 'Dokter obgyn' hanya lulusan SMA

Dari penyelidikan, terungkap fakta baru. Sosok yang berperan sebagai dokter obgyn ternyata hanya lulusan SMA.


Kombes Edy Suranta mengungkapkan, tersangka berinisial NS berperan langsung melakukan tindakan aborsi ilegal terhadap para pasien.

“Saudari NS, kami bilang saudari NS, ini memiliki peran sebagai eksekutor, atau dokter, seolah-olah sebagai dokter obgyn. Dari perannya tersebut, dia memperoleh bayaran sebesar Rp 1.700.000,” ujar Edy.

“Dia tidak mempunyai background kesehatan. Kalau lulusannya, dia lulusan SMA, ya,” jelas Edy.

“Tetapi dia pernah ikut sebagai asisten, ya, asisten, mungkin juga dulu-dulunya juga mungkin praktik ilegal juga, ya, tapi dia pernah sebagai asisten untuk melakukan aborsi,” katanya.

“Tetapi yang jelas, dia tidak punya, tidak berkompeten dalam bidangnya, karena dia memang hanya sebagai lulusan SMA,” tegas Edy.

“Berdasarkan pengakuan dari tersangka, janin hasil tindakan aborsi ilegal sudah dibuang di wastafel unit kamar apartemen tersebut,” ungkap Edy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait