Mahfud MD Sebut Pemakzulan Gibran Dapat Dilakukan, tapi Praktiknya Sulit

  • Arry
  • 11 Mei 2025 19:06
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD (polhukam/polkam.go.id)

Wacana pemaksulan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden terus bergulir. Isu ini pertama kali dilontarkan Forum Purnawirawan TNI.

Forum terdiri dari 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Forum purnawirawan ini juga mendapat dukungan dari Wakil Presiden ke-6 RI, Try Sutrisno.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD ikut bersuara soal isu pemakzulan Gibran. Menurutnya, pencopotan putra sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo itu dapat dilakukan. Sebab, sudah diatur dalam konstitusi.

"Jadi, bisa (secara aturan). Tapi, secara politis kayaknya tidak bisa, kalau menurut aturan,” ujar Mahfud MD dikutip dari kanal YouTube Kompas, Minggu, 11 Mei 2025.

Baca juga
Saat Purnawirawan TNI Dipimpin Eks Wapres Try Sutrisno Desak Gibran Dicopot

Menurutnya, pemakzulan wakil presiden harus melibatkan tiga lembaga. Yakni DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR.

Di DPR, usulan impeachment ini harus disidangkan dan dihadiri 2/3 anggota dewan. Usulan dapat diajukan dengan memberikan alasan wapres melakukan sejumlah tindakan seperti korupsi, pengkhianatan, penyuapan, kejahatan besar, berhalangan sakit permanen, hingga perbuatan tercela.

Jika disetujui di DPR, maka usulan pemakzulan Gibran akan dibawa dan disidangkan di MK. Di sana, MK akan mengonfirmasi soal tuduhan yang menjadi alasan DPR mengusulkan pemakzulan.

"MK tidak bisa membuat vonis kalau dia dicopot. MK hanya bilang, ‘Oh iya benar, saya hanya mengkonfirmasi, benar ini sudah melakukan tindakan ini’. Ini kembali lagi ke DPR. Belum lagi kalau MK-nya dioperasi lagi,” tutur Mahfud.

Jika seluruh hasilnya setuju, baru dapat ditentukan di MPR.

Baca juga
Geger Mutasi Letjen Kunto, Anak Try Sutrisno, Usai Wacana Lengserkan Gibran

Namun, secara praktik, usulan pemakzulan akan sulit digolkan di DPR. Sebab, 80 persen kursi Parlemen dikuasai oleh koalisi Merah Putih yang mendukung Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Bisa dilakukan tanpa mengikuti aturan

Mahfud MD pun menyatakan, selama ini sejarah pemakzulan justru hadir tak menggunakan aturan dalam konstitusi. Dia mencontohkan pencopotan Soekarno sebagai Presiden ke-1 RI dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Presiden ke-4 RI.

Mahfud menjelaskan, Soekarno dicopot melalui mekanisme Supersemar. Dari surat tersebut, posisi Presiden kemudian diduduki Soeharto.

"Padahal, Supersemar itu tidak sah dan baru setahun kemudian dibuatkan dasar hukumnya melalui Tap MPR," ujar Menko Polhukam era Pemerintahan Presiden Jokowi itu.

Baca juga
Gibran Lagi Sering Monolog di YouTube, Istana: Salah Satu Pekerjaan Wapres Bicara

“Pak Harto pada waktu itu ketika mengambil (kekuasaan) dengan Supersemar, itu dukungan rakyat kuat. Karena waktu itu orang sedang marah dengan PKI,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan, pemakzulan yang tak berlandaskan hukum ini dianggap benar karena mendapat dukungan kuat dari rakyat.

“Sebuah kesalahan yang tidak sah, kalau bisa dikonsolidasikan dan rakyat setuju, itu menjadi sah,” ujar mantan calon wakil presiden itu.

Mahfud juga mencontohkan saat Gus Dur dilengserkan. Saat itu Gus Dur dituding terlibat dalam Bulog Gate hingga pencopotan Jenderal Bimantoro sebagai Kapolri.

Menurut Mahfud, sidang pencopotan Gus Dur di MPR tidak sah. Sebab, saat itu tidak ada fraksi yang datang. Sedangkan sesuai Tap MPR, sidang pencopotan harus dihadiri semua fraksi.

“Tetapi, perbuatan tidak sah itu kalau bisa dikonsolidasikan, menjadi sah,” kata Mahfud.

Terkait isu pemakzulan Gibran sebagai Wapres, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Wiranto, menyatakan, Presiden Prabowo menghargai usulan tersebut, namun memberhentikan wapres bukanlah kewenangan dari presiden.

"Kan ada kan delapan poin itu, kan sudah beredar di medsos ya. Sudah banyak berita yang muncul. Maka, inilah ya sikap presiden, bukan mengacaukan, tapi tetap menghargai," kata Wiranto. 

Artikel lainnya: Uang Pangkal Masuk UI Capai Rp120 Juta, Ini Rincian dan Penjelasan Rektor

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait