4 Temuan KPAI Soal Anak Bandel Dikirim ke Barak TNI Ala Dedi Mulyadi: Ada Ancaman

  • Arry
  • 17 Mei 2025 17:20
Pendidikan anak di barak militer ala Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi(@dedimulyadi71/instagram)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan sejumlah masalah dalam program pendidikan karakter pancawaluya Jawa Barat istimewa yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Program pendidikan karakter ini adalah mendidik anak yang disebut bermasalah atau bandel dan dikirimkan ke barak militer.

KPAI melakukan pengawasan langsung pelaksanaan program Dedi Mulyadi itu di dua lokasi yakni Barak Militer Resimen 1 Sthira Yudha di Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi di Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Ada 4 temuan KPAI soal anak bandel dikirim ke barak militer ala Gubernur Jabar Dedi Mulyadi:

Baca juga
Gubernur Dedi Mulyadi Akan Kirim Siswa Bermasalah di Jabar dan Dididik di Barak TNI

  • Ada Ancaman Tak Naik Kelas

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengungkapkan penentuan anak yang dikirim ke barak militer tak didasarkan pada asesmen psikologi profesional. Hanya berdasarkan rekomendasi dari guru bimbingan konseling atau BK di sekolah masing-masing.

"Bahkan dari hasil wawancara kami dengan anak-anak di Purwakarta maupun Lembang, ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program bisa tidak naik kelas," kata Jasra dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 16 Mei 2025.

Jasra menyatakan, ada ketidakjelasan pemilihan siswa yang akan dikirim ke barak militer. Sebab, ada tiga SMP negeri di Purwakarta yang belum memiliki guru BK. Menurutnya, hal ini menjadi pertanyaan siapa yang memilih siswa untuk dikirim.

"Ini tentu harus dilihat lebih jauh. Kami merekomendasikan agar asesmen dilakukan oleh psikolog profesional, agar pilihan kebijakan terhadap anak betul-betul tepat dan tidak melanggar hak-hak mereka," ujar Jasra.

Baca juga
Ivan Gunawan Laporkan Ayu Ting Ting Gegara Nonton Drakor, KDM: Pilih Barak atau KUA

  • Sebagian Anak Tak Betah Hingga Ingin Keluar

KPAI juga menemukan, ada peserta pelatihan yang tidak nyaman di lokasi dan ingin kembali ke sekolah. Alasannya beragam.

“Sebagian dari mereka mengikuti diklat ini karena rekomendasi guru BK. Ada yang mengatakan tidak betah, ingin tetap belajar di sekolah, dan bahkan ada yang mencoba keluar dari depo pendidikan dengan alasan ingin membeli makanan ringan,” kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono.

KPAI juga melihat, anak-anak yang mengikuti program ini terlihat kelelahan saat mengikuti materi.

“Anak-anak tampak lelah, sehingga saat ada materi ada yang mengantuk, tidak fokus, dan berbicara antar teman,” ujar Aris.

  • 6,7 Persen Anak Tidak Tahu Alasan Dikirim ke Barak Militer

KPAI mencatat, mayoritas siswa yang dikirim ke barak militer berasal dari siswa yang memiliki kebiasaan merokok, bolos sekolah, atau pernah terlibat tawuran. Namun, 6,7 persen dari siswa tidak mengetahui kenapa mereka dikirim ke barak militer.

"Pemaksaan atau tekanan terhadap anak justru berpotensi mencederai prinsip perlindungan anak dan melanggengkan praktik diskriminatif di lingkungan sekolah," kata Wakil Ketua KPAI, Jasra.

  • Belum Memiliki SOP Jaminan Kesehatan yang Baku

KPAI juga mencatat program pengiriman anak ke barak militer ala Dedi Mulyadi ini belum memiliki standar operasional yang baku. Selain itu juga belum adanya dukungan tenaga medis maupun ahli gizi secara tetap di lokasi pendidikan.

“Ketiadaan protokol child safeguarding yang dipahami oleh seluruh pembina sangat berisiko terhadap perlakuan yang melanggar hak anak, terlebih dalam lingkungan pendidikan yang bersifat semi-militer,” ujar Jasra. 

Artikel lainnya: Mantan Ketua KPK Terseret Kasus Ijazah Jokowi, Abraham Samad: Siap Dipanggil

 

Related Articles

Berita Terpopuler

Berita Pilihan