Newscast.id - Polda Metro Jaya membongkar praktik aborsi ilegal yang beroperasi di sebuah apartemen di Jakarta Timur. Praktik ini sudah berlangsung sejak 2022 dan melayani ratusan pasien.
Hal ini disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto dan Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Edy Suranta Sitepu dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, pada Rabu, 17 Desember 2025.
“Berdasarkan hasil lidik dan penyidikan, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah mengungkap praktik aborsi ilegal di salah satu apartemen di Jaktim. Di mana dari tahun 2022-2025 telah melayani 361 orang pasien,” kata Kombes Budi Hermanto.
Berikut fakta yang terungkap dari kasus sindikat aborsi ilegal di apartemen:
1. Praktik aborsi dipasarkan lewat website hingga WhatsApp
Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Edy Suranta Sitepu menjelaskan, pengungkapan kasus ini bermula dari informasi masyarakat yang diterima polisi sekitar November 2025.
Baca juga
Dokter Gigi Buka Praktik Aborsi, 1.338 Orang Jadi Pasien
“Sekitar bulan November berdasarkan informasi dari masyarakat kami mendapat informasi bahwa ada praktik aborsi ilegal yang terdapat di salah satu apartemen di Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Cipinang Besar, Jakarta Timur,” kata Edy.
Dari penyelidikan, diketahui praktik aborsi itu dipasarkan melalui dua website dengan nama Klinik Aborsi Promedis dan Klinik Aborsi Raden Saleh. Calon pasien akan diarahkan menghubungi admin di WhatsApp usai mengakses website tersebut.
“Berdasarkan keterangan dari tersangka saat diperiksa, ini sudah berlangsung sejak tahun 2022 atau 2 tahun lebih kemudian kegiatannya saat melayani pasien tentu saja setelah terhubung melalui website kemudian tersambung ke nomor wa daripada admin, di situ akan berkomunikasi dan disampaikan syarat-syaratnya,” jelasnya.
“Admin akan memberikan persyaratan, yang pertama memberikan USG, kemudian difoto dikirimkan ke admin dan kemudian KTP daripada pasien. Setelah itu maka akan diberikan janji baik itu lokasi, tempat, jam, termasuk juga titik-titik penjemputan,” ujar Edy.
Untuk biaya aborsi dipatok bervariasi, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 8 juta.
“Sedangkan total keuntungan yang telah di dapat dari keseluruhan Tersangka dari tahun 2023 sampai dengan tahun 2025 sebesar Rp 2.613.700.000,- (dua miliar enam ratus tiga belas juta tujuh ratus ribu rupiah),” ujar Edy.
Baca juga
Mahasiswi Dipaksa Aborsi Bripda Randy, Ibunda Sebut Novia Berulang Coba Bunuh Diri
2. Kronologi Penangkapan
Kombes Edy Suranta mengungkapkan, dalam pengungkapan kasus, polisi melakukan penyelidikan dengan menyamar sebagai calon pasien. Pada November 2025, polisi mendapati terjadinya praktik aborsi.
Hal itu bermula saat mereka mendapati dua perempuan berinisial KWN dan R di lobby selatan salah satu apartemen di Jakarta Timur. Keduanya kemudian dijemput mobil Daihatsu Xenia hitam bernopol B 2289 PIU dan dibawa ke area parkir.
“Sesampai di parkiran kemudian dijemput oleh saudara LN, setelah dijemput kemudian masuk ke lift,” kata Edy.
LN kemudian ditangkap petugas dan diminta menunjukkan lokasi praktik. Polisi menuju lantai 28, kamar 28A, dan mendapati empat perempuan di dalam kamar.
“Ditemukan 4 orang perempuan yaitu saudari NS, saudari RH, saudari KWM sebagai pasien, dan saudari R,” ungkapnya.
Dari olah TKP, polisi menemukan sisa darah pasien, kapas bekas darah, serta berbagai peralatan yang digunakan untuk aborsi. Seluruh barang bukti kemudian diuji DNA.
“Hasil DNA darah yang terdapat di kapas maupun sisa-sisa darah di TKP ini sesuai dengan salah satu pasien yang sedang dilakukan aborsi,” jelas Edy.
Selanjutnya peran tersangka hingga dokter hanya lulusan SMA >>>
3. Peran Tersangka
Kombes Edy mengungkapkan peran para tersangka. Berikut rinciannya:
- NS berperan sebagai eksekutor yang mengaku sebagai dokter dan menerima bayaran Rp 1,7 juta
- RH membantu proses aborsi dengan bayaran Rp 1 juta
- M bertugas menjemput dan mengantar pasien dengan bayaran Rp 1 juta
- LN berperan sebagai penjemput dengan bayaran Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu.
- H berperan sebagai admin yang mengelola website, menerima hasil USG dan KTP, serta membuat janji dengan pasien, dengan bayaran sekitar Rp 2 juta.
- KWM dan R berstatus sebagai pasien.
“Kemudian terhadap ke seluruh tersangka baik yang ditangkap di dalam kamar termasuk juga pasien termasuk LN, saat ini semua sudah di Polda Metro Jaya dan sudah dilakukan proses hukum yang berlaku,” ujar Edy.
Dari penyelidikan, diketahui admin memegang data 361 nama pasien. Namun jumlah tersebut masih akan terus didalami.
“Tentu ini masih kami lakukan pendalaman apakah 361 ini benar melakukan aborsi di praktik aborsi ilegal tersebut atau tidak, ini sedang berproses,” katanya.
Dalam pengungkapan ini, polisi menyita barang bukti berupa satu unit mobil Xenia, kapas bekas darah, obat-obatan, gunting, alat vakum, enam unit handphone, serta peralatan lain yang diduga berkaitan dengan tindak pidana.
Atas tindakannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 60 Jo Pasal 427 Jo Pasal 428 UU Kesehatan. Ancaman pidananya maksimal 12 tahun penjara.
4. 'Dokter obgyn' hanya lulusan SMA
Dari penyelidikan, terungkap fakta baru. Sosok yang berperan sebagai dokter obgyn ternyata hanya lulusan SMA.
Kombes Edy Suranta mengungkapkan, tersangka berinisial NS berperan langsung melakukan tindakan aborsi ilegal terhadap para pasien.
“Saudari NS, kami bilang saudari NS, ini memiliki peran sebagai eksekutor, atau dokter, seolah-olah sebagai dokter obgyn. Dari perannya tersebut, dia memperoleh bayaran sebesar Rp 1.700.000,” ujar Edy.
“Dia tidak mempunyai background kesehatan. Kalau lulusannya, dia lulusan SMA, ya,” jelas Edy.
“Tetapi dia pernah ikut sebagai asisten, ya, asisten, mungkin juga dulu-dulunya juga mungkin praktik ilegal juga, ya, tapi dia pernah sebagai asisten untuk melakukan aborsi,” katanya.
“Tetapi yang jelas, dia tidak punya, tidak berkompeten dalam bidangnya, karena dia memang hanya sebagai lulusan SMA,” tegas Edy.
“Berdasarkan pengakuan dari tersangka, janin hasil tindakan aborsi ilegal sudah dibuang di wastafel unit kamar apartemen tersebut,” ungkap Edy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News