Ketua MUI Minta Pasal Pelegalan Seks Bebas Pada Aturan Menteri Nadiem Dicabut

  • Arry
  • 10 Nov 2021 17:52
Ketua Majelis Ulama Indonesia, Cholil Nafis(CholilNafis/twitter)

Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menuai kontroversi.

Peraturan yang diteken Menteri Nadiem Anwar Makarim itu dinilai melegalkan seks bebas di lingkungan kampus. Hal tersebut terlihat dari Pasal 5 ayat 2 terkait frasa 'dengan persetujuan korban'.

Ketua Majelis Ulama Indonesia atau MUI, Cholil Nafis, meminta pasal tersebut dicabut. Menurutnya, Pasal 5 ayat 2 Permendikbudristek tersebut bermasalah.

"Permendikbudristek No.30 thn 2021 pasal 5 ayat 2 tentang kekerasan seksual memang bermasalah karena tolak ukurnya persetujuan (consent) korban. … Cabut," kata Cholil dalam akun Twitter pribadinya @cholilnafis, dilihat Rabu, 10 November 2021.

Baca Juga
Menteri Nadiem Keluarkan Aturan yang Diduga Legalkan Seks Bebas di Kampus, Ini Isinya

Cholil menilai kejahatan seksual seharusnya berdasarkan norma Pancasila yang didasarkan pada agama atau kepercayaan. "Jadi bukan atas dasar suka sama suka tapi karena dihalalkan. Cabut," kata Cholil.

Cuitan Ketua MUI Cholil Nafis menanggapi Permendibudristek Nomor 30 tahun 2021

Pada Pasal 5 ayat (2) yang dianggap bermasalah dan melegalkan seks bebas adalah:

b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang,memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;

Frasa 'tanpa persetujuan' dalam pasal 5 ini dinilai mengandung legalisasi perbuatan seks bebas. Frasa tersebut bisa ditafsirkan zina diperbolehkan apabila kedua belah pihak saling menyetujui tindakan seksual.

Baca Permendikbudristek di tautan ini.

Kemendikbudristek menegaskan, aturan tersebut diterbitkan untuk melakukan pencegahan atas kekerasan seksual di lingkungan kampus. Bukan untuk melegalkan zina ataupun seks bebas.

"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah 'pencegahan', bukan 'pelegalan'," kata Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam, dalam keterangan tertulisnya.

 

Baca Juga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait