Alasan Orang Sunda Suka Makan Lalapan, Ada Peran Kompeni

  • Arry
  • 6 Feb 2023 14:18
Lalapan kuliner khas Sunda(@miel/unsplash)

Saat makan di restoran Sunda, kita pastri akan disajikan menu lalapan atau sayuran segar mentah.

Lalapan biasanya terdiri dari kol, timun, selada, terong, kemangi, dan sebagainya. Selain itu, biasanya disajikan dengan aneka sambal yang membuat lalapan menjadi lebih nikmat.

Bisa dibilang kalau lalapan merupakan salah satu identitas kuliner dari tanah Sunda. Seluruh menu makanan seperti nasi liwet hingga ikan bakar, selalu disajikan dengan lalapan.

Lalu kini muncul pertanyaan. Sejak kapan masyarakat Sunda menyukai lalapan?

Baca juga
5 Rekomendasi Kuliner Legendaris Saat Wisata ke Cirebon, Ada yang Berdiri 54 Tahun

Sejarawan dari Universitas Padjajaran, Fadly Rahman, menjelaskan, sebenarnya tidak ada catatan kapan secara pasti lalapan ini menjadi bagian dari budaya Sunda. Namun, ada catatan sejarah dalam Prasasti Taji pada abad 10 Masehi.

Prasasti itu ditemukan di kawasan Ponorogo, Jawa Timur. Dalam prasasti itu disebut sebuah nama sajian makanan bernama “Kuluban Sunda” yang berarti lalap.

“Memang pada masa itu, eksistensi lalap memang populer, tapi pertanyaannya varietasnya apa?” ujar Fadly Rahman, dikutip dari laman Unpad, Senin, 6 Januari 2023.

Fadil menjelaskan, berdasar dari Isis Prawiranegara pada tahun 1944, lalap awalnya tidak hanya berwujud daun-daunan seperti daun singkong, pepaya, atau selada. Tapi juga bisa berupa umbi-umbian, buah muda, bunga, hingga biji-bijian.

Dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian sekitar abad 15 M disiratkan beragam rupa-rupa rasa masakan, yaitu lawana (asin), kaduka (pedas), tritka (pahit), amba (masam), kasaya (gurih), dan madura (manis). Menurut Fadli, susunan cita rasa tersebut menyiratkan rasa yang “Sunda banget”.

Baca juga
5 Rekomendasi Bubur Ayam Nikmat dan Murah yang Wajib Dicicipi Jika di Bandung

“Itu tidak menampilkan cita rasa yang sarat dengan daging-dagingan,” ujar dosen program studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unpad itu.

Hal itu mengacu pada catatan Fadly Rahman dalam "Sunda dan Budaya Lalaban: Melacak Masa Lalu Budaya Makan Sunda" (Metahumaniora, 2018).

"Dalam Prasasti Panggumulan (824 Saka/902 M) dari Sleman, Jawa Tengah, disebut-sebut bahan makanan dari sayuran bernama rumwah-rumwah, kuluban, dudutan, dan tetis. Rumwah-rumwah artinya lalab mentah, kuluban artinya lalab yang direbus, dudutan artinya lalab mentah yang diambil dengan cara dicabut dari akarnya, dan tetis adalah sejenis sambal atau petis," katanya.

Pada saat itu, sayur-sayuran yang disantap berasal dari lingkungan sekitar seperti tespong, kemangi, dan godobos. Variasi sayuran berubah saat orang-orang dari China, Arab, dan Eropa datang hingga abad ke-15.

Saat itu kompeni Eropa datang dan membabat habis padang rumput dan menggantinya dengan peternakan dan budidaya tanaman baru. Seperti kopi, teh, nanas, cabai, dan kentang.

Baca juga
Sejarah Tempe Mendoan, Kuliner Khas Banyumas yang Kini Mendunia

Dari sinilah terjadi perubahan konsumsi masyarakat yang mulai suka makan pedas dan suka menyantap daging.

Namun, perubahan ini tidak terlalu tampak di kawasan Jawa Barat. Sebab iklim di Jawa Barat lebih cocok untuk budidaya sayuran dan buah.

Kondisi inilah yang tanpa disadari budaya makan lalapan lekat dengan orang Sunda.

"Citra ini jelas bukan suatu hal yang natural, melainkan ada aspek politik dan ekonomi kolonial yang secara tidak langsung dan tidak disadari turut membentuk pula pola kultural dalam budaya makan Sunda," kata Fadly Rahman.

Meski demikian, orang Eropa justru mengapresiasi budaya makan orang Sunda ini. Mereka menyebut lalapan sebagai "allereenvoudigste gerecht van Indonesische keuken" yang berarti makanan Indonesia paling sederhana, sekaligus sehat.

Artikel lainnya: 6 Cara Mudah Menanam Cabai Agar Cepat Berbuah

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait