21 Mei: Kisah Detik-detik Lengsernya Soeharto dan Orde Baru

  • Arry
  • 21 Mei 2022 12:01
Mantan Presiden Soeharto(ist/ist)

21 Mei menjadi salah satu hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Tepat 24 tahun lalu, atau 21 Mei 1998, terjadi peristiwa saat Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden Indonesia.

Lengsernya Soeharto ini pun menandai berakhirnya era Orde Baru yang berjalan selama 32 tahun. Selain itu, 21 Mei 1998 juga menandakan dimulainya era Orde Reformasi.

Menjelang lengsernya Soeharto ini kondisi Indonesia memanas. Demo mahasiswa terjadi di mana-mana. Puncaknya pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas saat demo di depan kampusnya.

Mereka menggelar aksi menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya.

Peristiwa Trisakti itu pun menimbulkan kemarahan di mana-mana. Suasana Jakarta porak poranda. Jalanan diblokade militer, pasar-pasar dibakar, hingga terjadi penjarahan di pusat perbelanjaan.

Mahasiswa pun berbondong-bondong menguasai Gedung DPR Senayan, Jakarta, pada 18 Mei 2021. Puluhan ribu mahasiswa dari berbagai universitas berhasil menguasai gedung Parlemen.

Tak hanya mahasiswa, sejumlah ormas hingga tokoh masyarakat pun hadir menyuarakan hal yang sama. Mereka mendesak agar MPR segera menggelar sidang istimewa agar krisis ekonomi dan politik segera teratasi.

Namun, aksi mahasiswa itu justru ditanggapi Soeharto dengan berencana membentuk Komite Reformasi.

Dalam buku "Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi", diebutkan saat itu Soeharto mengundang sembilan tokoh ke Istana Merdeka. Mereka adalah Abdurrahman Wahid, Emha Ainun Nadjib, Nucholish Madjid, Ali Yafie, Malik Fadjar, Cholil Baidowi, Sumarsono, Achmad Bagdja, dan Ma'ruf Amin.

Permintaan Soeharto ditolak sembilan tokoh tersebut.


Selanjutnya sejumlah menteri mundur dari kabinet >>>

 

Kondisi genting ini mmebuat kabinet menjadi panik. Sejumlah menteri pun mengundurkan diri dari jabatannya.

Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita melaporkan pengunduran diri itu bersama 13 menteri lainnya ke BJ Habibie, Wakil Presiden saat itu.

"Apakah Anda sudah membicarakan dengan Bapak Presiden?" kata Habibie dalam buku Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi.

"Belum, tapi keputusan tersebut sudah ditandatangani bersama sebagai hasil rapat kami di Bappenas dan sudah dilaporkan secara tertulis kepada Bapak Presiden, melalui Tutut, putri tertua Pak Harto," jawab Ginandjar.

Habibie pun sempat bertemu dengan Soeharto membahas pengunduran diri para menteri dan rencana mengubah personel kabinet.

Saat itu Soeharto menyatakan akan memanggil pimpinan MPR-DPR pada 23 Mei untuk mengundurkan diri.

Pada 20 Mei 1998 pagi hari, sejumlah tokoh datang ke kediaman Soeharto di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta. Mereka yang hadir seperti Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursyid, Bambang Kesowo, Sunarto Sudarno, Akbar Tandjung dan Tanri Abeng.

Sejak demo merebak, Soeharto memang sering bekerja di rumahnya ketimbang di Istana.

Habibie kemudian sempat menghubungi Menteri Saadillah Mursjid dan meminta izin berbicara dengan Soeharto. Namun, keinginan itu ditolak Soeharto.

Saadilah justru menyatakan Soeharto mempercepat pengunduran dirinya. Bukan 23 Mei, tapi 21 Mei pagi.

"Saya sangat terkejut dan meminta agar segera dapat berbicara dengan Pak Harto. Permintaan tersebut tidak dapat dikabulkan dan ajudan Presiden menyatakan akan diusahakan pertemuan empat mata dengan Pak Harto di Cendana besok pagi sebelum ke Istana Merdeka," tulis Habibie.

Ahirnya pada 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB, Soeharto berpidato di Ruang Credential Istana Merdeka. Soeharto mengumumkan dirinya lengser dari jabatannya.


Selanjutnya naskah pengunduran diri Soeharto >>>

 

Tepat di hadapan seluruh menteri dan disiarkan secara langsung di televisi, Soeharto memberikan pidato terakhirnya sebagai Presiden RI.

Dalam pidato itu, Soeharto menyerahkan pucuk pimpinan negara kepada BJ Habibie.

Soeharto pun membacakan naskah pidato terakhirnya yang disusun oleh Yusril Ihza Mahendra. Berikut isi pidato tersebut:

"Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib, damai, dan konstitusional.

Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.

Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.

Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.

Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan DPR dan juga adalah pimpinan MPR pada kesempatan silaturahmi. Sesuai Pasal 8 UUD 1945, maka Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Ing. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998-2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya semoga bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 1945.

Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner dan kepada para menteri saya ucapkan terima kasih. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan DPR, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara wakil presiden sekarang juga akan melaksanakan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung RI."

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait